rasa di dada

rasa di dada
chelistyo

imajinasimu

Jumat, 28 Oktober 2011

Rerjalanan terakhir Munir sang pembela HAM

Jejak Pembunuhan Munir

Malam hari, sepasang suami istri berbincang di depan pintu keberangkatan internasional Bandara Soekarno-Hatta. Keduanya akan berpisah setahun setelah hidup bersama sembilan tahun. Sang suami, Munir Said Thalib, akan melanjutkan studi S2 bidang hukum humaniter di Universitas Utrecht, Belanda. Pukul 21.30 WIB. Melalui pengeras suara, seluruh penumpang pesawat Garuda Indonesia nomor penerbangan GA 974 tujuan Amsterdam dipersilakan petugas bandara naik ke pesawat.
Rombongan orang kulit putih bergegas, banyak dari mereka adalah warga negara Belanda. Munir juga akan menggunakan jasa maskapai andalan bangsanya itu. Saat akan memasuki pintu pesawat, Munir bertemu Pollycarpus Budihari Priyanto, pilot Garuda yang biasa dipanggil Polly. Status Polly dalam penerbangan ini adalah extra crew, yaitu kru yang terbang sebagai penumpang dan akan bekerja untuk tugas lain. Mereka bertemu di dekat pintu masuk kelas bisnis. Sebagai penumpang kelas ekonomi, Munir sebenarnya akan lebih dekat dengan tempat duduknya bila masuk melalui pintu belakang. Diawali percakapan dengan Polly, Munir berakhir di tempat duduk kelas bisnis, nomor 3K. Kursi 3K adalah tempat duduk Polly, sementara milik Munir adalah 40G. Polly selanjutnya naik ke kokpit di lantai dua untuk bersalaman dan mengobrol dengan awak kokpit yang bertugas. Saat pesawat mundur dan siap tinggal landas, Polly dipersilakan oleh purser Brahmanie untuk duduk di kelas premium karena banyak tempat duduk yang kosong di kelompok termahal itu. Purser adalah pimpinan kabin yang bertanggung jawab atas kenyamanan seluruh penumpang, termasuk kepindahan tempat duduk mereka. Lelaki berseragam pilot kemeja putih dan celana biru dongker itu pun duduk di 11B.
Ada dua cerita tentang kepindahan Munir ke kelas bisnis itu, yaitu menurut kisah brahmanie dan polly. Dalam sidang PN (Pengadilan Negeri) Jakarta Pusat, Brahmanie bersaksi, “Saat sedang di depan toilet bisnis, saya berpapasan dengan Saudara Polly. Lalu, Saudara Polly, sambil memegang boarding pass warna hijau, bertanya dalam bahasa Jawa, ‘Mbak, nomer 40G nang endi? Mbak, aku ijolan karo kancaku,’ (Mbak, nomor 40G di mana? Mbak, saya bertukar tempat dengan teman saya.) tanpa menyebutkan nama temannya. Karena nama temannya tidak disebutkan, saya ingin tahu siapa teman Saudara Polly. Lalu, saya datangi nomor 3K, dan ternyata yang duduk di sana Saudara Munir, yang lalu saya salami. Saudara Polly tidak duduk di 40G, tapi di premium class nomor 11B atas anjuran saya karena banyak tempat duduk yang kosong.” Sementara itu, dalam wawancara di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cipinang, Polly bercerita, “Saya ketemu Munir di pintu pesawat Garuda Indonesia, di bandara Jakarta. Dia tanya di pintu bisnis, ‘Tempat duduk ini di mana?’ Saya bilang, ‘Wah Bapak ini di ekonomi, cuma tempat duduknya yang mana saya tidak hafal.’ Kemudian, itu kan antre, ada banyak penumpang lain mau masuk, saya persilakan duluan. Saya sebagai kru lebih baik ngalah, toh sama-sama naik pesawat, nggak mungkin ditinggal. Setelah itu, karena saya mau masuk ke ruang bisnis, mau melangkah ke dalam pesawat, saya bilang kepada Munir, ‘Saya duduk di bisnis, kalau Bapak mau di sini, ya Bapak tanya dulu sama pimpinan kabin, kalau diizinkan ya silakan, bila tidak ya mohon maaf.’ Bahasa saya seperti itu. Sudah, itu saja.” Sebelum pesawat tinggal landas, di kelas bisnis, Yeti Susmiarti menyajikan welcome drink. Penumpang diminta mengambil gelas berisi sampanye, jus jeruk, atau jus apel. Munir memilih jus jeruk. Selesai minuman pembuka, pramugari senior itu membagikan sauna towel (handuk panas), yang biasa digunakan untuk mengelap tangan, lalu memberikan surat kabar kepada penumpang yang ingin membacanya. Semua layanan itu disajikan Yeti sendiri, dengan bantuan Oedi Irianto, pramugara senior, yang menyiapkan segala keperluannya di pantry. Pukul 22.02 WIB pesawat yang dikendalikan Kapten Pilot Sabur Muhammad Taufik itu tinggal landas. Untuk mengukur waktu tinggal landas dan mendarat secara tepat, industri penerbangan menggunakan istilah block off dan block on. Block off adalah waktu yang menunjukkan saat ganjal roda pesawat di bandara dilepas dan pesawat mulai bergerak untuk terbang. Block on digunakan sebagai penanda waktu kedatangan pesawat di bandara tujuan, yaitu saat ganjal roda pesawat dipasang.
Sekitar 15 menit setelah tinggal landas, pramugari menawarkan beberapa pilihan makanan dalam kemasan yang masih panas di atas nampan. Di kursi 3K, Munir memilih mi goreng. Selesai mi, Yeti kembali memberi tawaran minuman, kali ini lebih banyak pilihan daripada welcome drink. Pilihannya adalah minuman beralkohol (wiski, gin, vodka, red wine, white wine, dan bir), soft drink, jus apel serta jus jeruk Buavita, jus tomat Berry, susu putih Ultra, air mineral Aqua, teh, dan kopi. Munir kembali memilih jus jeruk. Setelah mengarungi langit pulau Jawa, Sumatera, dan laut di sekitarnya selama 1 jam 38 menit, pesawat GA 974 mendarat di Bandara Changi, Singapura pukul 00.40 waktu setempat. Zona waktu Singapura satu jam lebih awal ketimbang WIB. Awak kabin memberi penumpang waktu untuk jalan-jalan atau kegiatan apa saja di Bandara Changi selama 45 menit.
Karena keluar dari pintu bisnis, Munir pun lebih cepat mencapai Coffee Bean dibanding jika keluar dari pintu ekonomi. Usai singgah di kedai itu, dia kembali menuju ke pesawat melaui gerbang D 42. Di perjalanan menuju pintu Garuda, dia disapa oleh seorang laki-laki. “Anda Pak Munir, ya?” “Iya, Pak.” “Saya dr. Tarmizi dari Rumah Sakit Harapan Kita. Pak Munir ngapain ke Belanda?” “Saya mau belajar, mau nge-charge satu tahun.” “Di mana?” “Utrecht.” “Wah, Indonesia kehilangan, dong. Anda kan orang penting?” komentar dr. Tarmizi. “Ya… ini perlu untuk saya, Pak,” timpal Munir sambil tersenyum. “Anda ‘kan pernah nulis tentang Aceh. Bagaimana sih, bisa beres nggak tuh?” tanya dokter lagi, sambil keduanya berjalan. “Ah, itu tergantung niat, Dok.” “Maksudnya?” “Kalau niatnya membereskan, tiga bulan juga beres.” Kemudian, dokter kelahiran Sumatera Barat itu mengeluarkan dompet dan memberi Munir kartu namanya sambil berkata, “Kapan-kapan, bila perlu, silakan menghubungi saya.” Munir menerima kartu nama dr. Tarmizi Hakim, lalu keduanya berpisah. Si dokter masuk ke kelas bisnis, Munir menuju pintu bagian belakang pesawat dan duduk di kursi 40G kelas ekonomi, sebagaimana tercantum di boarding pass-nya. Karena Polly hanya sampai Singapura, Munir pun kembali ke tempat duduk aslinya untuk penerbangan Singapura-Amsterdam. Total waktu transit di Changi (antara block on dan block off) adalah 1 jam 13 menit, jumlah waktu yang digunakan pesawat untuk pengisian bahan bakar, penggantian seluruh awak kokpit dan kabin, serta penambahan penumpang dari Singapura.
Pesawat tinggal landas dari Changi pukul 01.53 waktu setempat. Penerbangan menuju Schipol ini dipimpin oleh Kapten Pantun Matondang, dengan purser Madjib Nasution sebagai penanggung jawab pelayanan penumpang. Sebelum pesawat mengangkasa, pramugari Tia mengecek kesiapan penumpang untuk tinggal landas. Saat melakukan kewajibannya, dia dipanggil oleh Munir yang meminta obat Promag. Pramugari bernama lengkap Tia Dewi Ambara itu meminta Munir menunggu sebentar karena pesawat akan tinggal landas dan seluruh awak kabin harus duduk di tempat masing-masing. Kira-kira 15 menit kemudian, setelah pesawat di ketinggian aman, Tia mulai membagikan selimut dan earphone, dilanjutkan dengan makanan pengantar tidur. Saat Tia sampai di 40G, lelaki berkaus abu-abu dan bercelana jins hitam itu sedang tidur. Tia membangunkannya dan bertanya, “Apa Bapak sudah dapat obat dari teman saya?” “Belum.” “Maaf, kami tidak punya obat.” Tia lalu menawarkan makanan, yang ditolak oleh Munir. Namun, lelaki ini meminta teh hangat. Tia pun menyajikan teh panas yang dituangkan dari teko ke gelas di atas troli. Munir menerima uluran minuman itu, lengkap dengan gula 1 sachet. Ketika Tia melanjutkan melayani penumpang lain, Munir melewatinya di gang menuju toilet. Ini kali pertama Munir pergi ke toilet, sekitar 30 menit setelah tinggal landas.
Tiga jam sudah pesawat besar itu terbang dan sedang berada di langit India saat Munir semakin sering pergi ke toilet. Ketika berjalan di gang kabin yang hanya diterangi oleh lampu baca, dia berpapasan dengan pramugara Bondan Hernawa. Dia mengeluhkan sakit perut dan muntaber kepada Bondan, serta memintanya memanggilkan dr. Tarmizi yang duduk di kelas bisnis. Munir juga memberinya kartu nama dokter itu. Sesuai prosedur untuk situasi semacam ini, Bondan pun melapor kepada purser Madjib Nasution yang berada di Purser Station. “Bang, ini Pak Munir penumpang kita sakit. Buang-buang air, muntah-muntah. Ini ada kawannya, dokter, tapi saya tidak tahu duduk di mana. Tolong carikan tempat duduknya,” ujar Bondan sambil menyerahkan kartu nama dr. Tarmizi. Madjib mencari penumpang atas nama dr. Tarmizi Hakim di Passenger Manifest dan menemukannya di kursi nomor 1J. Belum sempat dia beranjak, Munir sudah berada di depan Purser Station. Sambil memegangi perut, Munir berkata, “Saya sudah buang-buang air, pakai muntah juga. Mungkin maag saya kambuh. Seharusnya tadi tidak minum jeruk waktu dari Jakarta-Singapura.” Munir pun melanjutkan perjalanannya ke toilet. Madjib dan Bondan lalu mendatangi 1J dan mendapati dr. Tarmizi sedang tidur di 1K, kursi sebelah kanannya yang, karena dekat jendela dan dia dapati kosong, lalu dia duduki. “Dokter, dokter…,” Madjib berusaha membangunkan. Keduanya mengulanginya beberapa kali dengan suara lebih keras, tapi tidur dokter bedah itu tetap tak terusik. Madjib kembali berjumpa Munir di gang dan memintanya membangunkan dr. Tarmizi sendiri, sementara Bondan pergi ke pantry untuk melaksanakan tugas terjadwalnya. Akhirnya, dr. Tarmizi bangun. Munir menjelaskan kondisi tubuhnya yang saat itu tampak sangat lemah dengan berkata, “Saya sudah muntah dan buang air besar enam kali sejak terbang dari Singapura.” Dr. Tarmizi mengusulkan kepada Madjib supaya Munir pindah tempat duduk ke nomor 4 karena tempat itu kosong dan dekat dengannya. Munir pun duduk di kursi 4D. Dr. Tarmizi mengambil posisi di samping kirinya. “Pak Munir makan apa saja dua hari terakhir ini?” tanya dokter spesialis bedah toraks kardiovaskular itu. Munir hanya diam, mungkin akibat nyeri perutnya. Pertanyaan itu disambut oleh Madjib, “Pak Munir tadi sempat minum air jeruk, padahal Pak Munir tidak kuat minum jeruk karena punya maag.” Munir tetap diam, tidak berkomentar. “Kalau maag tidak begini,” kata si dokter, yang lalu bertanya kepada Munir, “Anda makan apa?” “Biasa saja.” “Kemarin?” “Biasa saja.” “Kemarinnya lagi?” “Biasa saja.” Dokter itu melakukan pemeriksaan secara umum dengan membuka baju pasiennya. Dia lalu mendapati nadi di pergelangan tangan Munir lemah. Dokter berpendapat Munir menunjukkan gejala kekurangan cairan akibat muntaber.
Munir kembali lagi ke toilet, diikuti dokter, pramugara, dan pramugari. Setelah muntah dan buang air, dia pulang ke kursi 4D, sambil terus batuk-batuk berat. Dr. Tarmizi meminta seorang pramugari mengambilkan Doctor’s Emergency Kit yang dimiliki setiap pesawat terbang. Kotak itu dalam keadaan tersegel. Setelah melihat isinya, dia berpendapat obat yang tersedia sangat minim, terutama untuk kebutuhan Munir. Dr. Tarmizi memerlukan infus, tapi tidak ada. Tidak ada obat khusus untuk sakit perut mulas, juga obat muntaber biasa. Si dokter pun mengambil obat dari tasnya sendiri. Dia memberi Munir obat diare New Diatabs serta obat mual dan perih kembung Zantacts dan Promag. Dua tablet untuk yang pertama dan masing-masing satu tablet untuk dua terakhir. Dr. Tarmizi lalu meminta seorang pramugari membuatkan teh manis dengan sedikit tambahan garam di dalamnya. Namun, lima menit setelah meminum teh hangat itu, Munir kembali ke toilet. Munir rampung setelah lima menit dan membuka pintu. Dr. Tarmizi lalu membimbing Munir berjalan menyusuri gang sambil berkomentar kepada purser Madjib, “Mengapa infus saja tidak ada padahal perjalanan sejauh ini?” Di kotak obat pesawat terdapat cairan Primperam, obat antimual dan muntah, yang kemudian disuntikkan dr. Tarmizi ke tubuh Munir sejumlah 5 ml (dosis 1 ampul). Injeksi di bahu kiri ini cukup berpengaruh karena Munir kemudian tidur. Penderitaannya reda selama 2-3 jam.
Munir bangun dan kembali masuk ke toilet. Dia cukup lama berada di dalamnya, kira-kira 10 menit, dan pintunya pun tidak tertutup dengan sempurna. Madjib memberanikan diri melongok lewat celah yang ada dan mengetuk pintu, tapi tidak ada respons dari orang yang sedang menderita di dalam sana. Madjib membuka pintu lebih lebar dan melihat laki-laki 38 tahun itu sedang bersandar lemas di dinding toilet. Purser Madjib langsung memanggil dokter yang selama setengah jam terakhir paling tahu kondisi penumpangnya itu. Dr. Tarmizi mengajak Madjib dan pramugara Asep Rohman mengangkat Munir kembali ke kursi 4D. Setelah didudukkan di kursi, Munir menjalani pemeriksaan oleh dr. Tarmizi, dalam gelapnya kabin pesawat yang hanya diterangi lampu baca. Kegelapan ini keadaan yang tak bisa mereka atasi sebab demikianlah aturan penerbangan. Pertama pergelangan tangan, lalu perut. Saat perutnya diketuk oleh si dokter, Munir mengeluh, “Aduh, sakit,” sambil memegang perut bagian atas. Madjib menyarankannya untuk ber-Istighfar, disambut Munir dengan menyebut, “Astaghfirullah Haladzim, La Illaha Illa Llah,” sambil tetap memegangi perut. Pramugari Titik Murwati yang berada di dekat situ berinisiatif memberi balsem gosok, tindakan yang dia harap bisa membantu meredakan derita penumpangnya. Atas persetujuan dr. Tarmizi, Titik menggosok perut Munir dengan balsem yang bisa memberikan rasa hangat. Munir berkata dia ingin istirahat karena capek. Dr. Tarmizi membuka kotak obat lagi dan mengambil obat suntik Diazepam. Kali ini, dokter menyuntikkan 5 mg di bahu kanan, juga dengan bantuan purser Madjib. Jarak antara kedua suntikan sekitar 4-5 jam. Sesudah suntikan obat penenang itu, Munir masih merasakan mulas di perut. Lima belas menit berlalu dan Munir ke toilet lagi, ditemani dokter, purser, serta pramugari. Di dalamnya, Munir muntah, diikuti buang air. Kembali ke tempat duduk, Munir berkata dirinya ingin tidur telentang. Purser dan seorang anak buahnya membentangkan sebuah selimut sebagai alas di lantai depan kursi 4D-E dan sebuah bantal di atasnya. Dia pun berbaring di sana, dengan dua selimut lagi diletakkan di atas tubuhnya agar hangat. Dr. Tarmizi berkata kepada awak kabin itu supaya Munir dijaga, dan bahwa dirinya ingin istirahat karena besok kerja (dia akan melakukan operasi jantung di rumah sakit di Swole), sambil minta dibangunkan bila terjadi apa-apa dengan Munir. Juga, dia berpesan agar mereka memastikan dokter dari Amsterdam yang besok masuk ke pesawat membawa infus. Setelahnya, si dokter kembali ke kursi di 1K dan tidur. Munir kembali bisa tidur, tapi sering berubah posisi, dan posisi itu selalu miring, tidak pernah telentang atau tengkurap. Madjib terus setia menjaga Munir sampai sekitar 3 jam sebelum pesawat mendarat di Bandara Schipol, saat awak kabin menyiapkan makan pagi penumpang.Madjib berjalan ke tempat duduk dr. Tarmizi dan bertanya apakah perlu dirinya membangunkan Munir untuk sarapan, yang dijawab dengan anjuran untuk membiarkan Munir tetap istirahat. Madjib pun melakukan tugas rutinnya mengawasi lingkungan pesawat.
Sekitar dua jam sebelum pesawat mendarat, jam 05.10 GMT atau 12.10 WIB, ketika sarapan masih berlangsung dan lampu kabin masih menyala, Madjib kembali melangkahkan kaki mengunjungi “tempat tidur” Munir. Di depan kursi 4D-E, dia melihat tubuh Munir dalam posisi miring menghadap kursi, mulutnya mengeluarkan air liur tidak berbusa, dan telapak tangannya membiru. Dia memegang tangan Munir dan mendapati rasa dingin. Madjib yang kaget bergegas menuju kursi sang dokter. Dokter memegang pergelangan tangan Munir sambil dengan tangan satunya menepuk-nepuk punggung. Dia berulang-ulang berujar, “Pak Munir… Pak Munir….“ Akhirnya, memandang purser Madjib, dr. Tarmizi berkata pelan, “Purser, Pak Munir meninggal… Kok secepat ini, ya…. Kalau cuma muntaber, manusia bisa tahan tiga hari.” Purser Madjib meminta Bondan dan Asep membantunya mengangkat tubuh kaku Munir ke tempat yang lebih baik: lantai depan kursi 4J-K. Munir berbaring di atas dua lembar selimut, kedua matanya dipejamkan oleh Bondan, tubuhnya ditutupi selimut.
Bondan dan Asep membaca surat Yassin di depan jenazah Munir Said Thalib, empat puluh ribu kaki di atas tanah Rumania.
Pada tanggal 12 November 2004 dikeluarkan kabar bahwa polisi Belanda (Institut Forensik Belanda) menemukan jejak-jejak senyawa arsenikum setelah otopsi. Hal ini juga dikonfirmasi oleh polisi Indonesia. Belum diketahui siapa yang telah meracuni Munir, meskipun ada yang menduga bahwa oknum-oknum tertentu memang ingin menyingkirkannya.
Pada 20 Desember 2005 Pollycarpus Budihari Priyanto dijatuhi vonis 14 tahun hukuman penjara atas pembunuhan terhadap Munir. Hakim menyatakan bahwa Pollycarpus, seorang pilot Garuda yang sedang cuti, menaruh arsenik di makanan Munir, karena dia ingin mendiamkan pengkritik pemerintah tersebut. Hakim Cicut Sutiarso menyatakan bahwa sebelum pembunuhan Pollycarpus menerima beberapa panggilan telepon dari sebuah telepon yang terdaftar oleh agen intelijen senior, tetapi tidak menjelaskan lebih lanjut. Selain itu Presiden Susilo juga membentuk tim investigasi independen, namun hasil penyelidikan tim tersebut tidak pernah diterbitkan ke publik.
Pada 19 Juni 2008, Mayjen (purn) Muchdi Pr, yang kebetulan juga orang dekat Prabowo Subianto dan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, ditangkap dengan dugaan kuat bahwa dia adalah otak pembunuhan Munir[1]. Beragam bukti kuat dan kesaksian mengarah padanya[2].Namun demikian, pada 31 Desember 2008, Muchdi divonis bebas. Vonis ini sangat kontroversial dan kasus ini tengah ditinjau ulang, serta 3 hakim yang memvonisnya bebas kini tengah diperiksa[3].

  Film dokumenter

Untuk memperingati satu tahun kepergian Munir, diluncurkan film dokumenter karya Ratrikala Bhre Aditya dengan judul Bunga Dibakar di Goethe-Institut, Jakarta Pusat, 8 September 2005. Film ini menceritakan perjalanan hidup Munir sebagai seorang suami, ayah, dan teman. Munir digambarkan sosok yang suka bercanda dan sangat mencintai istri dan kedua anaknya. Masa kecil Munir yang suka berkelahi layaknya anak-anak lain dan tidak pernah menjadi juara kelas juga ditampilkan. Munir dibunuh di era demokrasi dan keterbukaan serta harapan akan hadirnya sebuah Indonesia yang dia cita-citakan mulai berkembang. Semangat inilah yang ingin diungkapkan lewat film ini.
Sebuah film dokumenter lain juga telah dibuat, berjudul Garuda's Deadly Upgrade hasil kerja sama antara Dateline (SBS TV Australia) dan Off Stream Productions.
Pada peringatan tahun kedua, 7 September 2006, di Tugu Proklamasi diluncurkan film dokumenter berjudul "His Strory". Film ini bercerita tentang proses persidangan Pollycarpus dan fakta-fakta yang terungkap di pengadilan.
Sejak 2005, tanggal kematian Munir 7 September, oleh para aktivis HAM dicanangkan sebagai Hari Pembela HAM Indonesia
  • Lahir: Malang, 8 Desember 1965
  • Jabatan: Direktur Eksekutif Lembaga Pemantau HAM Indonesia Imparsial
  • Pendidikan: S1 FH Universitas Brawijaya(Unibraw) (1990)

Karier terpenting

  • Direktur Eksekutif Lembaga Pemantau HAM Indonesia Imparsial
  • Ketua Dewan Pengurus KONTRAS (2001)
  • Koordinator Badan Pekerja KONTRAS (16 April 1998-2001)
  • Wakil Ketua Dewan Pengurus YLBHI (1998)
  • Wakil Ketua Bidang Operasional YLBHI (1997)
  • Sekretaris Bidang Operasional YLBHI (1996)
  • Direktur LBH Semarang (1996)
  • Kepala Bidang Operasional LBH Surabaya (1993-1995)
  • Koordinator Divisi Pembunuhan dan Divisi Hak Sipil Politik LBH Surabaya (1992-1993)
  • Ketua LBH Surabaya Pos Malang
  • Relawan LBH Surabaya (1989)

Organisasi

  • Sekretaris BPM FH Unibraw (1998)
  • Ketua Senat Mahasiswa FH Unibraw (1989)
  • Anggota HMI
  • Sekretaris Al Irsyad Kabupaten Malang (1988)
  • Divisi Legal Komite Solidaritas untuk Marsinah
  • Sekretarsi Tim Pencari Fakta Forum Indonesia Damai.

Penghargaan terpenting

  • Right Livelihood Award 2000, Penghargaan pengabdian bidang kemajuan HAM dan kontrol sipil terhadap militer (Swedia, 8 Desember 2000)
  • Mandanjeet Singh Prize, UNESCO, untuk kiprahnya mempromosikan Toleransi dan Anti-Kekerasan (2000)
  • Salah satu Pemimpin Politik Muda Asia pada Milenium Baru (Majalah Asiaweek, Oktober 1999)
  • Man of The Year versi majalah Ummat (1998).
  • Suardi Tasrif Awards, dari Aliansi Jurnalis Independen, (1998) atas nama Kontras
  • Serdadu Awards, dari Organisasi Seniman dan Pengamen Jalanan Jakarta (1998)
  • Yap Thiam Hien Award (1998)
  • Satu dari seratus tokoh Indonesia abad XX, majalah Forum Keadilan

Kasus-kasus penting yang pernah ditangani

  • Penasehat Hukum dan anggota Tim Investigasi Kasus Fernando Araujo, dkk, di Denpasar yang dituduh merencanakan pemberontakan melawan pemerintah secara diam-diam untuk memisahkan Timor-Timur dari Indonesia; 1992
  • Penasehat Hukum Kasus Jose Antonio De Jesus Das Neves (Samalarua) di Malang, dengan tuduhan melawan pemerintah untuk memisahkan Timor Timur dari Indonesia; 1994
  • Penasehat Hukum Kasus Marsinah dan para buruh PT. CPS melawan KODAM V Brawijaya atas tindak kekerasan dan pembunuhan Marsinah, aktifis buruh; 1994
  • Penasehat Hukum masyarakat Nipah, Madura, dalam kasus permintaan pertanggungjawaban militer atas pembunuhan tiga petani Nipah Madura, Jawa Timur; 1993
  • Penasehat Hukum Sri Bintang Pamungkas (Ketua Umum PUDI) dalam kasus subversi dan perkara hukum Administrative Court (PTUN) untuk pemecatannya sebagai dosen, Jakarta; 1997
  • Penasehat Hukum Muchtar Pakpahan (Ketua Umum SBSI) dalam kasus subversi, Jakarta; 1997
  • Penasehat Hukum Dita Indah Sari, Coen Husen Pontoh, Sholeh (Ketua PPBI dan anggota PRD) dalam kasus subversi, Surabaya;1996
  • Penasehat Hukum mahasiswa dan petani di Pasuruan dalam kasus perburuhan PT. Chief Samsung; 1995
  • Penasehat Hukum bagi 22 pekerja PT. Maspion dalam kasus pemogokan di Sidoarjo, Jawa Timur; 1993
  • Penasehat Hukum DR. George Junus Aditjondro (Dosen Universitas Kristen Satyawacana, Salatiga) dalam kasus penghinaan terhadap pemerintah, Yogyakarta; 1994
  • Penasehat hukum Muhadi (seorang sopir yang dituduh telah menembak polisi ketika terjadi bentrokan antara polisi dengan anggota TNI AU) di Madura, Jawa Timur; 1994
  • Penasehat Hukum dalam kasus hilangnya 24 aktivis dan mahasiswa di Jakarta; 1997-1998
  • Penasehat Hukum dalam kasus pembunuhan besar-besaran terhadap masyarakat sipil di Tanjung Priok 1984; sejak 1998
  • Penasehat Hukum kasus penembakan mahasiswa di Semanggi, Tragedi Semanggi I dan II; 1998-1999
  • Anggota Komisi Penyelidikan Pelanggaran HAM di Timor Timur; 1999
  • Penggagas Komisi Perdamaian dan Rekonsiliasi di Maluku
  • Penasehat Hukum dan Koordinator Advokat HAM dalam kasus-kasus di Aceh dan Papua (bersama KontraS)
    sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Munir_Said_Thalib

Kamis, 27 Oktober 2011

Antara(fakta,akal dan emosi)



Allah tidak menjadikan sesuatu dengan sia-sia. DilengkapNya manusia dengan emosi dan nafsu untuk membolehkan kita menikmati pembangunan dan kemajuan.
DiturunkanNya Al-Qur’an sebagai panduan untuk kesejahteraan hidup. DiingatkanNya kita untuk memasuki Islam secara keseluruhan. Masalahnya sebahagian dari kita memilih-milih mana yang kita mahu ikut dan itulah sebabnya keadaan bercelaru.
Ayat pertama dalam Al-Qur’an minta kita membaca dan mencari ilmu pengetahuan. Allah menyuruh kita menggunakan akal dan berfikir serta mengamalkan kesabaran dan tidak terburu-buru membuat sesuatu. Allah tulus dan tiada yang tersilap. Contohnya hukum potong tangan bagi orang yang mencuri karena diakhirat Allah mengunci mulut kita dan membenarkan tangan dan kaki menjadi saksi. Manakan kita akan terlepas azab Allah jika tangan kita berbicara tentang kesalahan kita mencuri.
ada apa dengan pemimpin sekaran ini : menela sebuah ayat:
Orang-orang zalim itu (tidak berfikir) bahkan menurut hawa nafsu mereka (melakukan syirik) dengan tidak berdasarkan pengetahuan. Maka tiada sesiapa yang dapat memberi pertunjuk kepada orang yang disesatkan oleh Allah (disebabkan bawaannya sendiri), dan tiada pula bagi mereka sesiapa yang dapat menolong melepaskan mereka dari azab.”
Akal
imam Abu Ja’far Muhammad Al-Baqir berkata,
“Ketika Allah menciptakan akal, Dia mengajaknya berbicara. Allah berkata, ‘Menghadaplah (kepada-Ku)!’ Maka, akalpun segera menghadap. Kemudian Allah berfirman kepadanya, ‘ Demi kebesaran dan kemuliaan-Ku, tiada makhluk yang lebih Aku cintai daripada kamu. Dan tidak Aku sempurnakan kamu melainkan pada orang-orang yang Aku cintai. Kepadamulah Aku menyuruh, melarang, menyiksa, dan memberi pahala.’”
Kata akal yang menjadi kata Indonesia, berasal dari kata Arab Al `aqli yang terbentuk dalam kata benda. Berlainan dengan kata Al wahyi ,tidak terdapat dalam Al qur`an. Dalam pemahaman Prof. Izuttsu, kata ‘aql dijaman jahiliyah dipakai dalam arti kecerdasan praktis (practical intelligence) yang dalam istilah psikologi modern disebut dengan kecakapan memecahkan masalah (Problem Solving Capacity). Orang berakal menurut pendapatnya adalah orang yang mempunyai kecakapan untuk menyelesaikan masalah, setiap kali Ia dihadapkan pada suatu problema dan selanjutnya dapat melepaskan diri dari bahaya yang Ia hadapi.’Aqala juga mengandung arti, memahami dan berfikir. Tetapi timbul pertanyaan apakah pengertian, pemikiran dan pemahaman dilakukan melalui akal yang berpusat dikepala.
Akal terbagi menjadi dua bagian :
Akal praktis (‘Aamilah) yang menerima arti-arti yang berasal dari materi melalui indera pengingat yang ada pada jiwa binatang.seperti contoh : insting seekor kucing ketika dipukul oleh seseorang , maka pada suatu ketika saat dia beertemu dengan orang yang memukulnya, maka dia akan lari namun dia tidak tahu sampai kapanpun mengenai mengapa dia dipukul.
Akal teoritis (‘Aalimah) yang menangkap arti-arti murni, arti-arti yang tak pernah ada dalam materi seperti Tuhan, roh dan Malaikat.
Akal praktis memutuskan perhatian kepada alam materi, menangkap kekhususan. Akal teorotis sebaliknya bersifat metafisis, mencurahkan perhatian kepada dunia materi dan menangkap keumuman (kulliat universals).
________________________________________________________________________________________-
Emosi
Kata emosi berasal dari bahasa latin, yaitu emovere, yang berarti bergerak menjauh. Arti kata ini menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi. Menurut Daniel Goleman (2002 : 411) emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak.
Biasanya EMOSI,merupakan reaksi terhadap rangsangan dari luar dan dalam diri individu. Sebagai contoh emosi gembira mendorong perubahan suasana hati seseorang, sehingga secara fisiologi terlihat tertawa, emosi sedih mendorong seseorang berperilaku menangis.
Emosi berkaitan dengan perubahan fisiologis dan berbagai pikiran. Jadi, emosi merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia, karena emosi dapat merupakan motivator perilaku dalam arti meningkatkan, tapi juga dapat mengganggu perilaku intensional manusia. (Prawitasari,1995)
Daniel Goleman (2002 : 411) mengemukakan beberapa macam emosi yang tidak berbeda jauh dengan kedua tokoh di atas, yaitu :
  1. Amarah : beringas, mengamuk, benci, jengkel, kesal hati.

  2. Kesedihan : pedih, sedih, muram, suram, melankolis, mengasihi diri, putus asa.

  3. Rasa takut : cemas, gugup, khawatir, was-was, perasaan takut sekali, waspada, tidak tenang, nger.i

  4. Kenikmatan : bahagia, gembira, riang, puas, riang, senang, terhibur, bangga.

  5. Cinta : penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, bakti, hormat,  dan kemesraan.

  6. Terkejut : terkesiap, terkejut.

  7. Jengkel : hina, jijik, muak, mual, tidak suka.

  8. malu : malu hati, kesal.
Emosi dan perasaan akan bergolak dikarenakan dua hal; kegembiraan yang memuncak dan musibah yang berat.
Dalam sebuah hadist Rasulullah bersabda,
“sesungguhnya aku melarang dua macam ucapan yang bodoh lagi tercela: keluhan tatkala mendapat nikmat dan umpatan tatkala mendapat musibah”.
Dan Allah berfirman,:
“(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu)” (QS. Al-Hadid: 23).
Emosi yang tak terkendali hanya akan melelahkan, menyakitkan, dan meresahkan diri sendiri. Sebab, ketika marah, misalnya, maka kemarahan akan meluap dan sulit dikendalikan. Dan itu akan membuat seluruh tubuhnya gemetar, mudah memaki siapa saja, seluruh isi hatinya tertumpah ruah, nafasnya tersengal-sengal, dan ia akan cenderung bertindak sekehendak nafsunya. Adapun saat mengalami kegembiraan, ia menikmatinya secara berlebihan, mudah lupa diri, dan tak ingat lagi siapa dirinya.
Begitulah manusia, ketika tidak menyukai seseorang, ia cenderung menghardik dan mencelanya. Akibatnya, seluruh kebaikan orang yang tidak ia sukai itu tampak lenyap begitu saja. Demikian pula ketika menyukai orang lain, maka orang itu akan terus dia puja dan sanjung setinggi-tingginya seolah-olah tak ada cacatnya.
Dalam sebuah hadist dikatakan :
“cintailah orang yang engkau cintai sewajarnya, karena siapa tahu ia akan menjadi musuhmu di lain waktu, dan bencilah musuhmu itu sewajarnya, karena siapa tahu dia menjadi sahabatmu di lain waktu”.
Dalam sebuah hadist Rasulullah bersabda, “Ya Allah saya minta pada-Mu keadilan pada saat marah dan lapang dada”.
____________________________________________________________________________
Fakta
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.” (QS Al-Baqoroh : 164).
Fakta adalah sebagai faktor nyata atau suatu realitas yang ada di suatu tempat dan dalam waktu tertentu tentang apa yang kita amati (lihat ,dengar, raba ,cicip dan cium), realitas yang kita amati itu bisa berupa kejadian, benda simbol sifat dan lain sebagainya. Artinya informasi yang kita peroleh dari sebuah pengamatan. Boleh juga sebagai situasi atau kondisi yang telah terjadi yang diperoleh dari pengalaman iderawi. Fakta saangat bersifat objektif. Jenis fakta yang paling sederhana adalah fakta atomik, yakni fakta paling dasar dan tidak dapat direduksi. Ia tidak dapat dibagi kedalam komponen-komponnen, tetapi merupakan kombinasi dari benda-benda dan objek pengertian. Pada dasarnya fakta atomik tidak dapat dipakai untuk membuktikan adanya fakta atomik lainnya. Atau boleh juga dipakai istilah lain yakni fakta nuklir (inti atom) yang tidak mungkin diurai lagi.
Fakta (bahasa Latinfactus) ialah segala sesuatu yang tertangkap oleh indra manusia atau data keadaan nyata yang terbukti dan telah menjadi suatu kenyataan.
Fakta seringkali diyakini oleh orang banyak (umum) sebagai hal yang sebenarnya, baik karena mereka telah mengalami kenyataan-kenyataan dari dekat maupun karena mereka dianggap telah melaporkan pengalaman orang lain yang sesungguhnya
Dalam istilah keilmuan fakta adalah suatu hasil pengamatan yang obyektif dan dapat dilakukan verifikasi oleh siapapun.
Diluar lingkup keilmuan fakta sering pula dihubungkan dengan:
Suatu hasil pengamatan jujur yang diakui oleh pengamat yang diakui secara luas Galat biasa terjadi pada proses interpretasi makna dari suatu pengamatan.
Kekuasaan kadang digunakan untuk memaksakan interpretasi politisi yang benar dari suatu pengamatan.
Suatu kebiasaan yang diamati secara berulang; satu pengamatan terhadap fenomena apapun tidak menjadikan itu sebagai suatu fakta. Hasil pengamatan yang berulang biasanya dibutuhkan dengan menggunakan prosedur atau definisi cara kerja suatu fenomena.
Sesuatu yang dianggap aktual sebagai lawan dari dibuat Sesuatu yang nyata, yang digunakan sebagai bahan interpretasi lanjutan Informasi mengenai subyek tertentu Sesuatu yang dipercaya sebagai penyebab atau makna.
_______________________________________________________
Fakta ilmiah sering dipahami sebagai suatu entitas yang ada dalam suatu struktur sosial kepercayaan, akreditasi, institusi, dan praktik individual yang kompleks.
Dalam filsafat ilmu, sering dipertanyakan (yang paling terkenal adalah oleh (Thomas Kuhn) bahwa fakta ilmiah sedikit banyak selalu dipengaruhi oleh teori (theory-laden), contohnya adalah, untuk mengetahui apa yang harus diukur dan bagaimana cara pengukurannya memerlukan beberapa asumsi mengenai fakta itu sendiri.
______________________________________________________
Sungguhpun emosi tidak dapat dipisahkan daripada fitrah kehidupan manusia, tetapi dalam pembentukan masyarakat bertamadun, akal dan fakta harus diletakkan lebih tinggi daripada emosi.
Dalam sebuah masyarakat yang sedang membentuk serta memperkukuhkan tamadunnya, seperti INDONESIA,MALAYSIA DAN BRUNEI, sesuatu isseu turut ditanggapi oleh setengah pihak dengan akal dan fakta yang berasas kerangka perlembagaan atau fakta berkaitan, kerana inilah kaedah yang lama kelamaan akan memperkasa tamadun( keadaan berkehidupan bermasyarakat).
Akan tetapi setengah pihak akan menanggapi isseu yang sama berasaskan emosi semata-mata, karena emosi boleh menjadi ‘bumbu bahan bakar’ bagi sesuatu  dengan tujuan tertentu, untuk mendapat perhatian, atau untuk mendapat pencptaraan segera, bukan tujuan memperkasa tamadun.
Golongan ini tidak menggunakan perlembagaan atau fakta berkaitan sebagai aksi penghujatan mereka. Golongan ini lebih gemar melakukan pendekatan konfrontasional.
Tidak pernah tercatat, emosi memperkasa sesuatu tamadun umat manusia.
Sebab itu dalam sebuah negara diperlukan jaringan kerjasama sosial, serta organisasi kemasyarakatan yang lebih waras, yang berhujah dan bertindak dengan akal dan fakta, untuk membuat masyarakat berfungi dengan lebih baik.
jangan pusat hanya mendengar tapi menutup telinga dan mata,
Individu dan organisasi yang bertanggungjawab mempunyai kebebasan untuk bersuara secara rasional dan memberi kritikan membina walaupun  pedas seperti  sambel ijo.
Bagaimanapun kaedah yang intelektual  selalu kurang disenangi oleh golongan yang suka membakar emosi,membuat sansionasional dan konfrontasional.
Barometer tamadun sebuah negara dan masyarakat dapat diukur melalui tenang atau tidaknya perjalanan sehari-hari masyarakatnya.
Jika masyarakat sering bergejolak semata-mata akibat pembakaran emosi, maka ia memberi tanda jauhnya dari semangat tamadun yang tinggi.
Akan tetapi individu, organisasi dan masyarakat seluruhnya berkemungkinan akan mencipta suatu gerakan kolektif secara besar-besaran, sekiranya timbul isseu yang melibatkan kepentingan, tujuan serta nilai bersama.
Suatu ‘revolusi‘ terpaksa digerakkan bagi menumbangkan rezim yang menindas kepentingan, tujuan serta nilai murni rakyat yang mengharapkan kehidupan lebih baik sebagai tanda dekatnya dari semangat tamadun yang tinggi.
Negara-negara Arab dan beberapa negara sedang membangun di Asia dan Afrika.
Pendekatan politik pemerintah acap kali disandarkan pada kepentingan jangka pendek, kenapa tidak membuat rancangan program jangka panjang hingga tidak mudah di recokan atau takut akan keadaan globalisasi yang mudah berubah-ubah.
Dalam situasi inilah  membina masyarakat bertamadun melakukan pembetulan, agar berbagai aspek kehidupan masyarakat berfungsi dengan baik, teratur dan berkesan.
Tidak banyak pemerintah yang secara terbuka dan lapang dada menerima kritikan, walaupun kritikan yang membina.
Di negara yang masih jauh dari usaha pemerkasaan tamadun, pengkritik biasanya akan menerima nasib buruknya saja,
“Tanda sempurnanya Islam seseorang adalah meninggalkan sesuatu (perkataan) yang tidak berguna”. (HR. At Tirmidzi).
Kemudian dalam riwayat lain disebutkan, artinya: “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia berbicara yang baik, atau (kalau tidak bisa) maka agar ia diam”.(HR. Al Bukhari dan Muslim).
___________________________
referensi :
Dadi Darmadi, “IAIN dalam Wacana Intelektual  Islam  Indonesia”  Artikel Pilihan Direktorat Perguruan Tinggi Agama Islam  Departemen Agama RI.
Mulla Shadra, Syarh Ushul al-Kafi, Kitab Al-‘Aql wa Al-Jahl, hadis pertama. Penerbit Mussase-muthala’at wa tahqiqat-e farhangge. Dengan perubahan redaksi seperlunya.
Allamah Thabathaba`i, al-Mizan, tafsir ayat 130 surah al-Baqarah.
Muhaqqiq Lahiji, Syarh Gulsyan-e Raz, hal. 4.
Syaikh Qusyairi, Rasail Qusyayriyyah, halaman 14.
Kasyani, Ishthilahat ash-Shufiyyah, terbitan Bidar, Qum-Iran, hal. 37.

Entri Populer