Di tengah situasi politik
yang sedang menghangat kini, ada baiknya kita rehat sejenak ya…agar hati
lebih sejuk, nyaman dan tenang, mari kita berbicara, menyimak dan larut
sedikit ke dalam keindahan cinta yang dilukiskan melalui sastra.
Ketika suatu cinta sudah tertanam dan bersenandung dalam relung hati dan
kedalaman jiwa kita, tak terelakkan raga kita akan turut larut pula
dalam alur cinta yang menguasai diri kita tersebut. Di antara keriuhan
yang bergemuruh dalam sukma itu, peran karya sastra akan terasa penting
dalam meng-ejawantah-kan segala sesuatu yang mengaliri darah kita. Hal
ini juga sebagaimana direfleksikan oleh seorang Kahlil Gibran sebagai
seorang penyair, pelukis, filofof besar dunia. Cinta serta kegalauan
yang demikian itu cukup banyak tersirat dan tersurat dalam berbagai
jenis karya sastra yang telah Gibran ciptakan. Dimulai dari karangan
puisinya, logat pemikirannya dan gaya lukisannya, sampai kepada sikap,
perilaku kehidupan pribadinya.
Sebelum lebih jauh kita mendalami bara cinta dalam seorang Kahlil
Gibran, ada baiknya kita mengenal terlebih dahulu siapa dia, sehingga
mampu melahirkan berbagai karya yang sedemikian hebat dan memikat.
Karya-karyanya dapat kita baca dan nikmati sampai kini, tak lekang oleh
waktu dan dimakan zaman. Seolah-olah bara cinta yang Gibran tuangkan
dalam sebentuk sastra tiada pernah padam.
Kahlil Gibran lahir pada tanggal 06 Januari 1883 dekat Holy Cedar
Grove-semak cedar berduri yang suci-di tepianWadi Qodisha-lembah kudus
atau lembah suci-dalam sebuah kota Beshari, Lebanon. Gibran terlahir
dari seorang ibu yang merupakan anak dari seorang pendeta bernama
Istiphan Rahmah. Kamilah-nama ibu Kahlil Gibran-ketika menikah dengan
ayahnya Kahlil Gibran sudah mempunyai seorang putra yang bernama
Boutros, hasil dari perkawinannya yang pertama dengan Hanna Abdes-Salaam
Rahmah.
Kahlil Gibran mempunyai dua orang adik perempuan, dan satu kakak tiri
laki-laki. Sekitar rahun 1885 adik perempuan pertama Gibran terlahir,
bernama Miriana, disusul dua tahun kemudian adik perempuannya yang kedua
terlahir pula bernama Sulthanah. Kurang delapan tahun setelah Sultanah
terlahir, pada tahun 1895, keluarga Gibran berimigrasi ke Amerika
Serikat dan menetap di Cina Town, Boston. Sementara ayahnya tidak turut
serta dan memilih tetap tinggal di Libanon. Baru sekitar 1897 Gibran
kembali lagi ke Libanon.Sekembalinya dari Amerika Serikat, Gibran mengikuti kursus yang cukup intensif di sekolah Al-Hikmah Libanon. Gibran mempelajari berbagai macam mata pelajaran di luar kurikulum sekolah, Kahlil Gibran cenderung lebih memilih membenamkan dirinya ke dalam kesusastraan Arab, baik yang kuno maupun yang modern. Salah satu keseriusan Gibran dalam menggeluti kesusastraan Arab adalah dengan aktif menggiatkan munculnya kesusastraan kontemporer Arab.
Dua tahun setelah Gibran berada di Libanon, saat datangnya liburan musim panas di Beshari, Gibran mengalami jatuh cinta yang cukup serius dengan serang perempuan muda yang cantik bernama Selma, putri dari salah seorang teman terdekat ayahnya. Gibran menggambarkan kisah cintanya itu dalam bentuk semi otobiografi yang berjudul Al-‘Ajnihah Al-Mutakassirah-The Broken Wings (Sayap-sayap patah).
Buku karya Kahlil Gibran yang sangat popular tersebut, ditulisnya pada musim gugur ketika dalam perjalanannya kembali ke Boston. Kali ini Kahlil Gibran sebelum ke tujuan utamanya yaitu Boston, melewati kota Paris terlebih dahulu untuk sekedar melihat keindahan dan berbagai keunikan, keberagaman karya seni kota Paris.
Dalam salah satu filosofinya Gibran mengungkapkan dalam bahasa kepuitisannya bahwa; “Setiap kecantikan atau pun keagungan di dunia ini dihasilkan berkat pemikiran atau perasaan dalam diri manusia. Segala sesuatu yang dibuat generasi terdahulu yang kita lihat kini sebelumnya merupakan pikiran dalam otak laki-laki atau getar perasaan dalam hati perempuan.”
Pemikiran yang berdasarkan cinta, selalu Gibran dengungkan melalui setiap berbagai karyanya. Ungkapan di atas merupakan wujud cinta yang Gibran paparkan. Di sana Gibran mencoba mengungkap cinta yang terlahir antara cintanya seorang laki-laki yang lebih mengedepankan logika dari otaknya. Sedangkan cinta seorang perempuan lebih banyak menyodorkan tentang perasaan, nurani dan nalurinya untuk meraba hasrat cinta.
Beberapa tahun kemudian Gibran kembali lagi ke Libanon sebagai pemandu jalan/wisata yang sekaligus sebagai penerjemah bagi satu keluarga Amerika. Pada saat itu pula tahun1902, Gibran mendengar berita kematian adiknya Sulthanah dan sakit keras yang menimpa ibunya, sehingga Gibran segera kembali lagi ke Boston untuk menjenguk keluarganya. Di tahun berikutnya, pada bulan Maret 1903 kakak tirinya, Boutros meninggal dunia, yang tiga bulan kemudian disusul oleh kematian ibunya. Keluarga Gibran meninggal akibat tuberkolosis, sehingga di Boston Gibran tinggal berdua saja dengan adiknya Miriana.
Keseriusan Gibran dalam bidang seni yang ditunjang pula oleh bakat alamnya yang besar, menarik perhatian seorang fotografer ternama kala itu, Fred Holland Day, yang menjadi pendukung pertama. Pada Januari 1904 Gibran mengadakan pameran lukisan pertamanya disertai dengan gambar dirinya. Pameran itu sendiri diadakan di studionya Fred Holland Day.
Dalam pameran yang kedua, yang diadakan bulan Februari, Gibran membuka pamerannya di Cambridge School, yang merupakan lembaga pendidikan swasta yang dimiliki dan dikelola langsung oleh Mary Haskell. Mary Haskell adalah teman terdekat Gibran yang berperan juga sebagai pelindung dan sponsornya dalam setiap kegiatan kesusastraanya.
Di Cambridge School, Gibran berjumpa dengan seorang perempuan muda yang
cukup impulsive dan terbilang sangat cantik berasal dari Perancis,
bernama Emilie Michel, yang di kalangan teman-temannya dipanggil
Micheline. Gibran sempat jatuh cinta pada perempuan tersebut. Berikut
ungkapan cinta mistik Gibran ;
“Wahai yang diungkapkan jiwa dan yang disembunyikan oleh malam…wahai roh
yang indah, yang melayang-layang di langit mimpiku, engkau telah
melewatiku seperti hembusan angin, membawakan bagi diriku yang lapar
wewangian bunga syurga; engkau telah menyentuh inderaku dan membuatnya
gelisah serta bergetar seperti dedaunan. Izinkanlah aku melihatmu
sekarang kalau engkau manusia, atau perintahkanlah tidur untuk menatap
mataku agar aku dapat melihat kebesaranmu lewat bathinku. Izinkanlah aku
menyentuhmu; izinkanlah aku mendengar suaramu. Singkapkanlah selubung
yang menutupi keseluruhan maksudku, dan hancurkanlah dinding yang
menyembunyikan keilahianku dari mataku, lalu pasanglah sepasang sayap
pada diriku agar aku bisa terbang di belakangmu menuju ruang-ruang alam
semesta yang tinggi. Atau sihirlah mataku agar aku dapat mengikutimu
menuju penyergapan Jin kalau engkau adalah salah seorang mempelai wanita
mereka. Kalau aku layak, letakkanlah tanganmu pada hatiku dan kuasailah
hatiku.”
Sebenarnya ungkapan di atas bukanlah pernyataan Gibran tentang cintanya
pada seorang perempuan yang berasal dari Perancis tersebut, atau
pastinya tidak ada kaitannya dan hubungannya dengan kejatuh hatianya
saat di Cambridge School. Hal ini hanya merupakan senandung cinta Gibran
yang sedikit berbau/beraroma mistik, dan sengaja saya petikkan untuk
para pembaca, mengingat kedalaman imajinasinya Gibran akan sebuah cinta.
Gibran pun pernah menjalin hubungan cinta yang sastrawi dengan seorang
penulis Libanon yang tinggal di Mesir, bernama May Zaidah. Jenis
hubungan ini sangat unik pada masanya, karena sebuah perkenalan dan
cinta yang hanya lewat surat-menyurat dan berlangsung kurang lebih
selama dua puluh tahun. Hakikat yang mereka peroleh sebenarnya semacam
suatu keintiman dan harmoni pemahaman yang langka, yang hanya mampu
diputuskan oleh kematian Gibran.Telah banyak karya tulis yang sudah Gibran bukukan dan diterbitkan, di antaranya yang paling popular adalah : Sang Nabi (The Prophet), Sayap-sayap Patah (Al-‘Ajinhah Al-Mutakassirah-The Broken Wings), Yesus Anak Manusia (Jesus the Son of Man). Yang disebut terakhir ini adalah karyanya yang terpanjang dan fenomenal, karena ditulis oleh Gibran yang notabene masih mempunyai garis keturunan dari pendeta Nasrani.
Kahlil Gibran meninggal dunia pada hari Jum’at 10 April 1931 di St.
Vincent Hospital, New York, setelah sakit berat dan berlangsung cukup
lama. Gibran meninggal dunia akibat terkena sirosis hati dengan
tuberkolosis awal dalam sebelah paru-parunya. Sebelum meninggal Gibran
sempat menulis dua buah buku sastra, Wonderer (Peziarah) yang sudah
diselesaikannya, dan baru diterbitkan pada tahun 1932 setelah Gibran
tiada. Sedangkan satunya lagi, Garden of The Prophet (Taman Sang Nabi)
yang belum selesai sepenuhnya ditulis oleh Gibran, sehingga dalam
garapannya dilengkapi oleh Barbara Young, penyair Amerika yang pernah
menemani Gibran selama tujuh tahun terakhir. Karya tersebut baru beredar
sekitar tahun1933.
sumber info; http://filsafat.kompasiana.com/2009/06/22/kahlil-gibran-sang-maestro/
sumber info; http://filsafat.kompasiana.com/2009/06/22/kahlil-gibran-sang-maestro/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar