OPINI | 16 June 2011 | 07:32 18 1 Nihil
ada tulisan lama yang masih relevan dalam
situasi saat kini. baru saja bangsa kita dipermalukan di mata dunia oleh
hasil survey terbaru world justice project bahwa negera indonesia
adalah negara terkorup kedua secara regional. salah satu indikatornya
adalah diusirnya ibu siami dan alif dari kampung halamannya. ini berarti
diusirnya kejujuran dari akar budaya kebenaran. bisa dikatakan bahwa
negara kita ada dalam keadaan darurat kejujuran. ayo installkan
kejujuran, silahkan nikamati dampak sistemiknya:
Memberantas Korupsi dengan “JUJUR”*
Ada sebuah peristiwa penuh hikmah ketika seorang sahabat
baru masuk Islam. ”Pada suatu hari datanglah seorang arab badui
menghadap Rasulullah SAW. Ia meyatakan diri ingin masuk agama Islam.
Namun ia mengajukan syarat ingin masuk Islam tapi tidak mau meninggalkan
kebiasaan (buruk) lamanya seperti berzina, minum-minuman keras dan
mencuri. Rasulullah SAW dengan ramah dan bijaksana memperbolehkan orang
tersebut masuk Islam tapi dengan syarat juga yaitu ia harus ”jujur”
serta bersedia sholat berjamaah di masjid. Sebuah syarat yang sangat
mudah pikirnya, kemudian ia terima dengan gembira. Sejak itu resmilah ia
menjadi seorang muslim. Setiap usai sholat berjamaah dan pemberian
pelajaran tentang Islam si arab badui tersebut selalu ditanya aktivitas
kesehariannya. Maka ia pun dengan jujur menjawab bahwa ia masih
melakukan kebiasaan lamanya itu. Ia tidak bisa berbohong sebab ia telah
berjanji untuk jujur. Singkat riwayat dengan konsisten (istiqomah)
mengamalkan ”jujur”, seorang arab badui akhirnya berhasil secara alami
meninggalkan kebiasaan (buruk) lamanya sehingga ia sukses menjadi muslim
sejati”. Sebuah syarat masuk agama Islam yang sepertinya sepele tetapi
sungguh sangat dahsyat efeknya.
Islam
adalah agama sempurna (baca: penyempurna) yang diturunkan sebagai rahmat
bagi alam semesta ‘ditranskrip’ dalam Al-Qur’an kepada manusia pilihan
(Insan Kamil) Muhammad SAW mulai usia 40 tahun. Seperti kita ketahui
bahwa pada usia 40 tahun lah Muhammad memperoleh mandat sebagai Nabi dan
Utusan Allah karena sebelumnya beliau berhasil mempertahankan gelar
honoris causa “al-Amin” atau manusia paling “jujur” dari kaum Quraisy.
Gelar kehormatan bidang akhlaqul karimah ini dianugerahkan dengan
kesadaran penuh dari semua kalangan pada kurun waktu itu tanpa kecuali.
Bayangkan setidaknya selama 40 tahun lebih beliau tanpa cacat
mempertahankan gelar itu dengan yudisium ”summa cumlaude”. Oleh sebab
itu, sangat logis apabila Rasulullah SAW mensyaratkan harus jujur kepada orang badui yang ingin masuk Islam tersebut.
Ketika
Muhammad SAW mendapat gelar Nabi dan Rasulullah maka saat itu menandai
mulai masuknya ajaran keimanan dan keislaman dalam spirit ”jujur”.
Ketika itu beliau hadir pada zaman jahiliyah. Banyak orang menyebutnya
zaman kebodohan. Zaman jahiliyah adalah masa yang penuh kesombongan dan
kebohongan. Masa yang penuh keserakahan. Kondisi seperti itu kira-kira
sama suasananya dengan kondisi bangsa Indonesia saat ini. Bangsa
Indonesia saat ini adalah bangsa yang sungguh sangat ironis, kritis dan
krisis dalam semua aspek di tengah kekayaan alam yang melimpah ruah.
Namun tragisnya bangsa Indonesia yang mayoritas penduduknya pemeluk
agama Islam itu menduduki peringkat atas dalam budaya korupsinya.
Predikat tersebut masih terus bertahan walaupun sudah mengalami
”reformasi” yang melelahkan.
Budaya
korupsi sama dengan budaya jahiliyah (baca: budaya pembodohan) seperti
budaya tidak adil, budaya penindasan dan budaya mengurangi timbangan
(baca: budaya mark up). Istilah korupsi sendiri berasal dari kata
”corupt” atau ”coruption” yang artinya merusak (”fasad” dalam bahasa
Arab), curang, merubah, memanipulasi, mengurangi, mencuri atau lebih
tegasnya ”maling”. Jadi kesimpulannya bahwa koruptor itu adalah orang
yang membuat kerusakan di muka bumi yang selayaknya disebut penipu atau
maling.
Ada
baiknya kita belajar dari film fiksi holywood yang berjudul
”intranskrip” (? mohon maaf kalo tidak persis) yang pernah disiarkan di
televisi swasta Indonesia. Film ini bercerita tentang suatu formula
untuk merubah sistem kehidupan secara sistematik dan otomatis. Formula
tersebut diambil dari kitab Taurat. Ketika formula itu di-”install”-kan
maka seluruh aspek kehidupan berubah secara berantai langsung maupun
tidak langsung baik sadar atau tidak sadar. Penulis terinspirasi dengan
film tersebut. Kemudian terpikir kira-kira formula apa yang bisa kita
”install”-kan untuk merubah budaya korupsi/jahiliyah di Indonesia saat
ini.
Akhirnya
penulis membuat hipotesis berdasarkan fakta dan model diatas baik dalam
konteks budaya atau bernegara. Adalah ”jujur” sebagai nilai luhur Islam
yang telah dicontohkan Muhammad SAW bisa dijadikan sebuah formula untuk
memutus lingkaran setan dalam pemberantasan korupsi. Sebuah kunci
pemecahan yang sederhana tetapi memiliki dampak yang efektif, berantai
serta sanggup menjadi solusi permasalahan lain dan seluruh turunan
permasalah tersebut. Maka penulis optimis hanya ada satu kata untuk perubahan revolusioner yang alami (sesuai fitrah dan kodrat alam) adalah “jujur”.
Sampai
saat ini penulis belum menurunkan formula tersebut pada tingkatan yang
lebih praksis, terutama bagaimana teknisnya meng-”istall”-kan formula
tersebut. Namun demikian kita dapat memulainya sekarang juga dari diri
sendiri dalam hidup bermasyarakat yaitu budayakan hidup “jujur”.
Tradisikan berprilaku “jujur”. Biasakan berlaku ”jujur”. Sampaikan
”Kebenaran” dengan ”jujur”. Tegakkan kemuliaan Islam dengan “jujur.
Selamatkan diri Anda dengan ”jujur”. Maka
janji-Nya dalam al-Qur’an surat al-Fath ayat pertama yaitu, ”Inna
fatahna laka fathan mubiinaa” menjadi sebuah yang niscaya.
Formulasi
”jujur” tersebut dapat diujicobakan dalam sistem rekrutmen dan
pembinaan bagi para penyelenggara negara. Misal, adanya suatu test
kejujuran untuk para calon pejabat dan training kejujuran untuk para
pejabat baru. Jujur bukanlah berarti membuka aib sendiri. Rahasia
negara/perusahaan/rumahtangga adalah aib yang harus ditutupi dari pihak
luar. Transparansi pengelolaan negara/perusahaan/rumahtangga adalah
bentuk ke”jujur”an dari dalam. Resiko tidak menjalani ke”jujur”an adalah
tumbuhnya budaya jahiliyah (baca: pembodohan dan penindasan). Formulasi
untuk suatu perubahan yang sistematik dan kongkrit menuju baldatun
thoyyibatun wa rabbun ghafur adalah “jujur” (Islam Code). Mulailah
sekarang juga untuk ”tidak bebohong” (”jujur”). Hal ini berlaku bagi
siapapun untuk berjuang terus mengamalkan ”jujur” secara istiqomah,
karena berjuang (jihad) tidak mengenal kata menyerah. Semoga kita dapat
mengamalkannya.
Formula
ini sudah teruji keberhasilannya setidaknya dari dua contoh berikut.
Pertama adalah contoh sukses yang berhasil secara monumental yaitu
”qurun” Rasulullah SAW pada 14 abad yang lalu. Hasil kongkretnya
peradaban jahiliyah berubah menjadi peradaban Islam meliputi tiga benua
secara revolusioner dalam waktu relatif sebentar. Contoh kedua adalah
kemajuan masyarakat Jepang. Berdasarkan studi kilat penulis dapat
disimpulkan bahwa saat ini peringkat pertama teratas bangsa paling
“jujur” di dunia adalah bangsa Jepang dengan nilai 90%. Mayoritas
penduduknya bukan muslim tetapi apabila seseorang kehilangan dompetnya
di tempat umum maka 90% kemungkinannya kembali dalam waktu kurang lebih
15 menit. Peringkat kedua terbawah bangsa paling ”jujur” adalah
Indonesia dengan nilai 10% yang notabene 90% penduduknya penganut agama
Muhammad SAW yaitu Islam. Bagaimana bukti dan hasilnya? Kongkrit dan
bisa disaksikan oleh mata kepala sendiri. Maka tidak bisa
dinafikan bahwa ”jujur” adalah syarat bagi terwujudnya peradaban
gemilang. ”Jujur” adalah sebuah kunci (formula) sekaligus pra-syarat
yang tidak bisa ditawar lagi untuk pemberantasan budaya korupsi di
Indonesia. Wa Allahu a’lamu bi al-showaabi.
Oleh: Amin Bunyamin (aktivis KMNU)Sumber : gusmus.net
~Ayo BERJIBAKU !!! (BERsatu JIhad BerAntas KorUpsi) dengan ”JUJUR”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar